DI NGAREN , KWAREN , KLATEN UTARA
Budaya Jawa merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa
Indonesia yang di dalam tradisinya memiliki nilai-nilai keluhuran dan
kearifan budaya yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa. Setiap tradisi
dalam masyarakat Jawa memiliki arti dan makna filosofis yang mendalam
dan luhur. Begitu pula pada prosesi & Tata cara pernikahan adat Jawa
yang sarat makna serta folosofi yang apabila dipelajari dan didalami
akan memberi kesan unik, sakral dan khidmat saat dijalankan, berikut
sekilas Kronologi, Tata cara dan maknanya:
A. KRONOLOGIS
Kronologis ketemu jodoh pada orang Jawa dahulu, biasanya melalui cara yang disebut:
1. Babat alas artinya membuka hutan untuk merintis membuat lahan. Dalam
hal babat alas ini orangtua pemuda merintis seorang congkok untuk
mengetahui apakah si gadis sudah mempunyai calon atau belum. Istilah
umumnya disebut nakokake artinya menanyakan.
2. Kalau sang pemuda belum kenal dengan sang gadis, maka adanya upacara nontoni
Yaitu sang pemuda diajak keluarganya datang ke rumah sang gadis, pada
saat pemuda pemuda itu diajak/ diberi kesempatan untuk nontoni sang
gadis pilihan orang tuanya.
3. Bila
cocok artinya saling setuju, kemudian disusul dengan upacara nglamar
atau meminang. Dalam upacara nglamar, keluarga pihak sang pemuda
menyerahkan barang kepada pihak sang gadis sebagai peningset yang
terdiri dari pakaian lengkap, dalam bahasa Jawanya sandangan sapangadek.
4. Menjelang hari perkawinan diadakan upacara srah-srahan atau asok tukon yaitu
pihak calon pengantin putra menyerahkan sejumlah hadiah perkawinan
kepada keluarga pihak calon pengantin putri berupa hasil bumi, alat-alat
rumah tangga, ternak dan kadang-kadang ditambah sejumlah uang.
5.
Kira-kira 7 hari (dulu 40 hari) sebelum hari pernikahan calon pengantin
putri dipingit artinya tidak boleh keluar dari rumah dan tidak boleh
bertemu dengan calon suaminya. Selama masa pingitan calon pengantin
putri membersihkan diri dengan mandi kramas dan badannya diberi lulur.
6.
Sehari atau dua hari sebelum upacara akad nikah di rumah orangtua calon
pengantin putri membuat tratag dan menghias rumah. Kesibukan tersebut
biasanya juga dinamakan upacara pasang tarub.
7.
Upacara siraman yaitu memandikan calon pengantin putri dengan kembang
telon yaitu bunga mawar, melati dan kenanga dan selanjutnya disusul
dengan upacara ngerik. Upacara ngerik yaitu membersihkan bulu-bulu
rambut yang terdapat di dahi, kuduk, tengkuk dan di pipi.
8.
Setelah upacara ngerik, maka pada malam hari diadakan upacara malam
Midodareni. Calon pengantin putra datang ke rumah pengantin putri dan
selanjutnya calon pengantin putra menjalani upacara nyantri.
9.
Pada pagi harinya atau sore harinya dilangsungkan upacara ijab kabul
yaitu meresmikan kedua insan antara pria dan wanita yang memadu kasih
telah sah menjadi suami istri.
10.
Sehabis upacara ijab kabul dilangsungkan upacara panggih atau temon
yaitu pengantin putra dan pengantin putri ditemukan yang berakhir duduk
bersanding di pelaminan.
11. Lima
hari setelah akad nikah dan upacara panggih diadakan upacara sepasaran
pengantin atau ngunduh mantu apabila disertai dengan pesta.
B. RANGKAIAN UPACARA ADAT PENGANTIN JAWA
Rangkaian upacara adat pengantin Jawa secara kronologis diuraikan dari awal sampai akhir sebagai berikut :
1. Upacara siraman pengantin putra-putri
2. Upacara malam midodareni
3. Upacara akad nikah / ijab kabul
4. Upacara panggih / temu
5. Upacara resepsi
6. Upacara sesudah pernikahan
Makna rangkaian upacara tersebut secara perinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Upacara Siraman Pengantin Putra-putri
Upacara siraman ini dilangsungkan sehari sebelum akad nikah (ijab
kabul). Akad nikah dilangsungkan secara/menurut agama masing-masing dan
hal ini tidak mempengaruhi jalannya upacara adat. Langkah-langkah yang
perlu diperhatikan pada upacara siraman adalah :
a) Siraman Pengantin Putri
• Pengantin putri pada upacara siraman sebaiknya mengenakan kain dengan
motif Grompol yang dirangkapi dengan kain mori putih bersih sepanjang
dua meter dan pengantin putri rambutnya terurai.
• Yang bertugas menyiram pengantin putri adalah :
Bapak dan Ibu pengantin putri, disusul Bapak dan Ibu pengantin putra,
diteruskan oleh orang-orang tua serta keluarga yang dianggap telah
pantas sebagai teladan. Siraman ini dilanjutkan dan diakhiri juru rias
dan paling akhir adalah dilakukan oleh pengantin sendiri, sebaiknya
pergunakan air hangat agar pengantin yang disirami tidak masuk angin.
b) Siraman Pengantin Putra
Urut-urutan upacara siraman pengantin putra adalah sama seperti sirama
pengantin putri hanya yang menyiram pertama adalah Bapak pengantin
putra.
Setelah upacara siraman pengantin selesai, maka pengantin
putra ke tempat pemondokan yang tidak jauh dari tempat kediaman
pengantin putri. Dalam hal ini pengantin putra belum diizinkan tinggal
serumah dengan pengantin putri. Sedangkan pengantin putri setelah
siraman berganti busana dengan busana kerik, yaitu pengantin putri akan
dipotong rambut bagian depan pada dahi secara merata.
2. Upacara Midodareni
Dalam upacara midodareni pengantin putri mengenakan busana polos
artinya dilarang mengenakan perhiasan apa-pun kecuali cincin kawin.
Dalam malam midodareni itulah baru dapat dikatakan pengantin dan
sebelumnya disebut calon pengantin. Pada malam itu pengantin putra
datang ke rumah pengantin putri. Untuk model Yogyakarta pengantin putra
mengenakan busana kasatrian yaitu baju surjan, blangkon model
Yogyakarta, kalung korset, mengenakan keris, sedangkan model Surakarta,
pengantin putra mengenakan busana Pangeran yaitu mengenakan jas beskap,
kalung korset dan mengenakan keris pula. Untuk mempermudah maka
pengantin putra pada waktu malam midodareni boleh juga mengenakan jas
lengkap dengan mengenakan dasi asal jangan dasi kupu-kupu. Kira-kira
pukul 19:00, pengantin putra datang ke rumah pengantin putri untuk
berkenalan dengan keluarga dan rekan-rekan pengantin putri. Setibanya
pengantin putra, maka terus diserahkan kepada Bapak dan Ibu pengantin
putri. Setelah penyerahan diterima pengantin putra diantarkan ke pondok
yang telah disediakan yang jaraknya tidak begitu berjauhan dengan rumah
pengantin putri. Pondokan telah disediakan makanan dan minuman
sekedarnya dan setelah makan dan minum ala kadarnya maka pengantin putra
menuju ke tempat pengantin putri untuk menemui para tamu secukupnya
kemudia pengantin putra kembali ke pondokan untuk beristirahat. Jadi
jangan sampai jauh malam, karena menjaga kondisi fisik seterusnya. Jadi
kira-kira pukul 22:00 harus sudah kembali ke pondokan. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian sepenuhnya agar jangan sampai pengantin menjadi
sangat lelah karena kurang tidur. Setelah upacara malam midodareni ini
masih disusul dengan upacara-upacara lainnya yang kesemuanya itu cukup
melelahkan kedua pengantin.
Pada
malam midodareni pengantin putri tetap di dalam kamar pengantin dan
setelah pukul 24:00 baru diperbolehkan tidur. Pada malam midodareni ini
para tamu biasanya berpasangan suami istri. Keadaan malam midodareni
harus cukup tenang dan suasana khidmat, tidak terdengar
percakapan-percakapan yang terlalu keras.
Para
tamu bercakap-cakap dengan tamu lain yang berdekatan saja. Pada pukul
22:00 – 24:00 para tamu diberikan hidangan makan dan sedapat mungkin
nasi dengan lauk-pauk opor ayam dan telur ayam kampung, ditambah dengan
lalapan daun kemangi.
Perlengkapan yang diperlukan untuk upacara panggih :
1) Empat sindur untuk dipakai oleh kedua belah orang tua
2) Empat meter kain mori putih yang dibagi menjadi dua bagian masing-masing dua meter
3) Dua lembar tikar yang akan dipergunakan untuk duduk pengantin putri pada waktu di rias
4) Dua buah kendhi untuk siraman pengantin putra-putri
5) Dua butir kelapa gading yang masih utuh dan masih pada tangkainya
6) Sebutir telur ayam kampung yang masih mentah dan baru
7) Sebungkus bunga setaman
8) Satu buah baskom / pengaron yang telah ada air serta gayungnya untuk upacara membasuh kaki pengantin putra
9) Dua helai kain sindur dengan bentuk segi empat digunakan pada
upacara tanpa kaya atau kantongan yang terbuat dari kain apa saja.
10) Daham klimah yaitu upacara makan bersama-sama (dulangan) atau
suap-suapan pengantin putri menyuapi pengantin putra dan sebaliknya
11) Dahar klimah, pada upacara dahar klimah makanan yang perlu disiapkan
adalah : nasi kuning ditaburi bawang merah yang telah digoreng dan opor
ayam. Pada upacara tanpa kaya yang perlu disediakan ialah : kantongan
yang berisi uang logam, beras, kacang tanah, kacang hijau, kedelai,
jagung dan lain-lain.
3. Upacara Akad Nikah
Upacara akad nikah dilaksanakan menurut agamanya masing-masing. Dalam
hal ini tidak mempengaruhi jalannya upacara selanjutnya. Bagi pemeluk
agama Islam akad nikah dapat dilangsungkan di masjid atau mendatangkan
Penghulu. Setelah akad nikah diberikan petunjuk sebagai berikut :
Setelah upacara akad nikah selesai,pengantin putra tetap menunggu di
luar untuk upacara selanjutnya. Yang perlu mendapatkan perhatian ialah
selama upacara akad nikah pengantin putra boleh mengenakan keris (keris
harus dicabut terlebih dahulu) dan kain yang dopakai oleh kedua
pengantin tidak boleh bermotif hewan begitu pula blangkon yang dipakai
pengantin putra. Bagi pemeluk agama Katholik atau Kristen akad nikah
dilangsungkan di gereja. Untuk pemeluk agama Katholik dinamakan menerima
Sakramen Ijab, baik agama Islam maupun Katholik atau Kristen
pelaksanaan akad nikah harus didahulukan dan setelah selesai Ijab Kabul
barulah upacara adat dapat dilangsungkan.
4. Upacara Panggih
Bagian I
Upacara balangan sedah / lempar sirih yaitu pengantin putra dan
pengantin putri saling melempar sirih, setelah itu disusul dengan
berjabat tangan tanda saling mengenal.
Bagian II
Upacara Wiji Dadi
Sebelum pengantin putra menginjak telur, pengantin putri membasuh terlebih dahulu kedua kaki pengantin putra.
Bagian III
Upacara sindur binayang yaitu pasangan pengantin berjalan dibelakang
ayah pengantin putri, sedangkan ibu pengantin putri dibelakangnya
pengantin tersebut. Hal ini mempunyai makna Bapak selalu membimbing
putra-putrinya menuju kebahagiaan, sedangkan Ibu memberikan dorongan
“tut wuri handayani”
Bagian IV
Timbang (Pangkon) dan disusul upacara tanem
Upacara tanem yaitu Bapak pengantin putri mempersilahkan duduk kedua
pengantin di pelaminan yang bermakna bahwa Bapak telah merestui dan
mengesahkan kedua pengantin menjadi suami istri.
Bagian V
Upacara tukar kalpika yang disebut juga tukar cincin yaitu memindahkan
dari jari manis kiri ke jari manis kanan dan dilaksanakan saling
memindahkan. Hal ini mempunyai makna bahwa suami istri telah memadu
kasih sayang untuk mencapai hidup bahagia sepanjang hidup.
Bagian VI
Kacar-kucur (tanpa kaya)
Upacara kacar-kucur atau disebut guna kaya yang bermakna bahwa hasil
jerih payah sang suami diperuntukkan kepada sang istri untuk kebutuhan
keluarga.
Bagian VII
Kembul Dhahar “ Sekul Walimah “
Upacara kembul dhahar yaitu kedua pengantin saling suap-suapan secara
lahap. Hal ini bermakna bahwa hasil jerih payah dan rejeki yang
diterimanya adalah berkat Rahmat Tuhan dan untuk mencukupi keluarganya.
Segala suka dan duka harus dipikul bersama-sama.
Bagian VIII
Pengantin putra dengan sabar menunggu pengantin putri menghabiskan
Dhaharan.Biasanya Ibu lebih sayang untuk membuang makanan. Hal ini
bermakna agar Tuhan selalu memberikan rezeki dan selalu mensyukuri
rezeki yang diterimanya.
Bagian IX
Upacara Mertuwi
Bapak dan Ibu pengantin putra datang dijemput oleh Bapak dan Ibu
pengantin putri untuk menjenguk pengesahan perkawinan putrinya. Setelah
dipersilahkan duduk oleh Bapak dan Ibu pengantin putri lalu
dilangsungkan upacara sungkeman. Apabila Ayah atau Bapak pengantin putra
telah meninggal dunia, maka sebagai gantinya yaitu kakak pengantin
putra atau pamannya.
Bagian X
Upacara Sungkeman
Upacara sungkeman / Ngebekten yaitu kedua pengantin berlutut untuk
menyembah kepada Bapak dan Ibu dari kedua pengantin. Dalam hal ini
bermakna bahwa kedua pengantin tetap berbakti kepada Bapak / Ibu
pengantin, serta mohon doa restu agar Tuhan selalu memberikan rahmatnya.
ARTI ISTILAH DAN MAKNANYA
1. TARUB
Kata benda yang menunjukan pengertian dari satu “ bangunan darurat “
yang khusus didirikan pada dan di sekitar rumah orang yang mempunyai
hajat menyelenggarakan peralatan perkawinan / Ngunduh Temanten, dengan
tujuan rasional dan irrasional.
Rasional : Membuat tambahan ruang untuk tempat duduk tamu dan lain-lainnya
Irrasional : Karena pembuatan tarub menurut adat harus disertai dengan
macam macam persyaratan khas yang disebut srana-srana / sesaji, maka
yang demikian itu mempunyai tujuan “ keselamatan lahir batin “ dalam
memangku-kerja-perkawinan itu dalam arti luas
Adapun Srana Tarub
yang pokok disebut tuwuhan dengan maksud supaya berkembang di segala
bidang bagi kedua mempelai terdiri dari :
a) Sepasang pohon pisang-raja yang berbuah, maknanya secara singkat adalah :
• Agar mempelai kelak menjadi pimpinan yang baik bagi keluarganya/ lingkungannya/bangsanya
• Seperti pohon pisang dapat tumbuh dan hidup di mana saja maka
diharapkan bahwa mempelai berdua pun dapat hidup dan menyesuaikan diri
di lingkungan mana pun juga dan berhasil (berubah)
b) Sepasang Tebu Wulung
Tebu : antipening kalbu = tekad yang bulat
Wulung : mulus = matang
Maknanya, dari mempelai diharapkan agar segala sesuatu yang sudah
dipikir matang-matang dikerjakan/dilaksanakan dengan tekad yang bulat,
pantang mundur (“mulat sarira hangrasawani”)
c) Dua janjang kelapa gading yang masih muda
Kelapa gading : Kelapa yang kulitnya kuning
Kelapa muda : cengkir
Maknanya, kencengin pikir = kemauan yang keras
Dari mempelai diharapkan agar memiliki “kemauan yang keras” untuk dapat mencapai tujuan
d) Daun : beringin
Daun : Maja
Daun : Koro
Daun : Andong
Daun : Alang-alang
Daun : Apa-apa (daun dadap srep)
Maknanya, diharapkan dari mempelai kelak dapat tumbuh seperti pohon
beringin, menjadi pengayom lingkungannya dan agar semuanya dapat
berjalan dengan selamat sentosa lahir batin (aja ana-sekoro-koro kalis
alangan sawiji apa)
2. SRANA/SESAJI TARUB
Menunjukkan pengertian baik kata benda maupun kata kerja, yang berarti
membuat/mempersiapkan semua persyaratan barang-barang baik yang berujud
(materiil) maupun yang tidak berujud (spirituil) yang diperlukan untuk
pelengkap syarat pembuatan tarub sesuai dan menurut kepercayaan dan
pengertian tradisi/adat.
3. NGUNDUH ATAU NGUNDUH TEMANTEN
Kata-kata Ngunduh = memetik yang dilakukan khusus oleh orang tua dari
mempelai lelaki, yang berarti mendatangkan mempelai berdua di rumah
orang tua mempelai lelaki, biasanya setelah 5 hari anaknya lelaki itu
berada di rumah mertuanya sejak hari dilangsungkan perkawinannya, untuk
secara bergantian dirayakan di rumah orang tuanya sendiri (orang tua
mempelai lelaki) dengan maksud untuk memperkenalkan mempelai kepada
keluarganya dan handai taulan.
4. SRANA NGUNDUH
Idem dengan No.2 di atas, untuk ucapan “ Ngunduh Tematen “
5. PETANEN ATAU KROBONGAN
Kata benda petanen atau krobongan yakni kamar tengah dari dalem =
bangunan rumah yang dibelakang. Bangunan rumah yang didepan namanya
Pendapa
Kamar tengah yang disebut petanen ini biasanya selalu
dihiasi atau bahasa Jawa di robyong. Tempat yang dirobyong itu lalu
disebut Krobongan . Petanen atau juga disebut krobongan ini adalah kamar
yang disediakan untuk DEWI SRI yaitu dewinya pertanian (Jawa = petanen)
Dalam upacara perkawinan, maka setelah temu atau panggih, kedua
mempelai lalu duduk di muka petanen ini. Disitulah dilakukan
ucapan-ucapan kelanjutannya, misalnya: nimbang, kacar-kucur atau sungkem
dan lain-lainnya. Sesuai dengan perkembangannya sekarang krobongan
disebut pelaminan yang bentuknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
6. KEMBAR MAYANG
Terdiri dari 2 kata,
Kembar : dua benda yang sama bentuknya dan ukurannya
Mayang : bunga pohon pinang
Jadi artinya, sepasang benda yang dirangkai dalam bentuk tertentu
dengan bunga pinang guna keperluan mempelai. Akan tetapi arti sebenarnya
dimaksudkan disini melambangkan suatu “pohon hayat” dalam bentuk
sekaligus berfungsi sebagai dekorasi.
7. TEMANTEN ATAU PENGANTIN
Artinya Mempelai
8. PRABOT TEMANTEN
Segala sesuatu yang perlu bagi seorang temanten, terutama sekali mengenai pakaian tradisional temanten menurut adat
9. “PINISEPUH“ PUTRI
Dalam arti sempit :
Ahli waris wanita yang dekat hubungannya dengan keluarga dan yang
kedudukannya dalam lingkungan keluarga itu lebih tua dari sang mempelai,
misalnya :
• Dari garis lurus ke atas (adscendenten) Ibu, nenek putri, eyang buyut dan seterusnya
• Dari garis samping Kakak perempuan, bibi (tante, oudtante) dan seterusnya.
Dalam arti luas :
Yang disebut di atas + wanita-wanita lain yang tua usianya dan sangat
akrab hubungannya dengan keluarga yang bersangkutan (bahasa Jawa disebut
Kewula-keraga)
10. “PINISEPUH“ KAKUNG
Idem dengan No.9 diatas tetapi untuk pengertian lelaki
11. NGANTHI
Kata kerja Nganthi berarti membimbing fisik = mendampingi dan memegangi tangan dari sang mempelai
12. SINDUR
Semacam selendang yang warnanya merah bertepikan putih, melambangkan
persatuan dari unsur bapak dan unsur ibu. Sindur ini dalam upacara
perkawinan :
a) Dipakai sebagai ikat pinggang oleh orang tua (bapak dan ibu) yang menyelenggarakan peralatan mantu.
b) Dipakai sebagai salah satu sarana dalam upacara perkawinan yaitu
setelah mempelai bergandengan tangan (Jawa : kanthen) berjalan menuju ke
tempat duduk pengantin, maka salah seorang pinisepuh putri (biasanya
ibunda mempelai) mengikuti berjalan dekat di belakang mempelai berdua
sambil menyelimutkan sehelai sindur sebagai lambang persatu paduan jiwa
raga suami istri yang abadi.
Sindur diartikan kependekan dari sin = isin/malu, Ndur = mundur (malu untuk mundur)
Bahwa tujuan perkawinan antara lain adalah untuk meneruskan kehidupan generasi melalui pembangunan keluarga sejahtera.
Segala rintangan/hambatan tidak akan melemahkan keyakinan dirinya
terhadap apa yang harus diperjuangkan dalam usaha membangun suatu
keluarga sejahtera, terlebih-lebih dengan disertai do’a restu orang tua
kedua pengantin, maka apapun yang akan dihadapinya akan terus
diperjuangkan sampai terwujudnya harapan serta cita-citanya tersebut.
13. NGABAKTEN / SUNGKEM
Suatu kewajiban moral tradisional bagi sang mempelai untuk secara fisik
menunjukkan/menyatakan bakti dan hormatnya lahir batin kepada orang tua
dan para pinisepuhnya dengan gerakan tertentu, seraya mohon do’a restu
dan mendapat ridho dari Tuhan agar selalu mendapatkan bimbingan dan
petunjuk di dalam membangun keluarga dan berguna bagi Nusa dan Bangsa.
Pada saat akan sungkem kedua pengantin melepas selop dan keris yang
dikenakan pengantin pria. Hal ini dimaksudkan bahwa kedua mempelai
dengan sepenuh hati telah siap akan bersujud kepada orang tua pengantin
dan pinisepuh
14. GANTI BUSANA
Upacara mempelai untuk sementara waktu meninggalkan tempat duduknya
berjalan menuju kamar rias untuk ganti pakaian dengan diiringi oleh
beberapa orang pinisepuh, saudara-saudaranya (laki-laki dan perempuan)
dan lain-lain anggota keluarga terdekat yang ditunjuk.
15.BESAN
Sebutan yang dipakai untuk menunjukkan hubungan kekeluargaan antara
orang tua dari mempelai lelaki dan orang tua dari mempelai wanita.
16. MERTUA
Sebutan yang dipakai untuk menunjukkan hubungan kekeluargaan bagi
mempelai lelaki terhadap orang tua dari mempelai wanita dan bagi
mempelai wanita terhadap orang tua dari mempelai lelaki (parent in laws)
17. AMONG TAMU
Tugas khusus untuk menerima dan mengantar para tamu ke tempat duduknya, menurut ketentuan protokol.
18. GAMELAN
Seperangkat (unit dari salah satu macam alat-musik Indonesia) disiapkan untuk lebih menyemarakkan suasana
19. KERIS
Suatu benda semacam senjata-tajam yang mempunyai bentuk khusus dan
dianggap keramat berfungsi antara lain sebagai salah satu perabot dari
pada pakaian kebesaran secara adat Jawa.
20. PAKAIAN SIKEPAN CEKAK / ALIT
Salah satu model pakaian pengantin yang dipakai setelah kembali dari
ganti menuju ketempat duduknya. Model ini yang biasa digunakan oleh para
pangeran saat upacara2 kebesaran.
21. DIJEJERKAN
Diatur agar mempelai berdua berdiri berjajar.
22. PAMITAN
Para tamu mohon diri kepada orang tua kedua mempelai untuk pulang kembali ke tempat masing2.
23. NANDUR
Gerakan dari orang tua laki-laki untuk mendudukan kedua pengantin di
pelaminan dengan menekankan tangan di pundak pengantin pria dan wanita
yang dapat diartikan bahwa setiap orang tua dengan kasih sayangnya tetap
akan selalu memberikan petunjuk2 dan pengarahan yang benar dengan
harapan hendaknya segala sesuatu yang dilaksanakan selalu didasari budi
yang baik dan luhur.
Nandur = menanam
Dimaksukdkan bahwa akan tumbuh hidup subur dan dari kesuburan tersebut dihasilkan buah yang bagus dan berguna.
24. IMBAL WICARA
Dialog/percakapan yang dilaksanakan pada saat serah terima kedua
pengantin dari orang tua pengantin putri kepada orang tua pengantin
putra
25. BOMBYOK KERIS / KOLONG KERIS
Suatu kelengkapan busana kebesaran bagi pengantin yang terdiri dari
untaian / rangkaian bunga dan mawar dengan warna putih dan merah yang
artinya sama dengan arti sindur
26. OMBYONG
Sebutan bagi rombongan pengiring pengantin yang biasanya terdiri dari
para keluarga terdekat pengantin pria/wanita yang telah ditentukan
27. NGARAK TEMANTEN
Kata kerja “ngarak” berarti membimbing secara bersama-sama dalam bentuk rombongan
28. MENGAPIT
Dapat diartikan mendampingi di sebelah kanan dan kiri yang dapat dilakukan dalam posisi duduk, berdiri atau berjalan
29. BUCALAN = BUANGAN
Kata benda dari sesaji yang akan ditempatkan / dibuang di tempat-tempat
tertentu (route perjalanan dan kompleks penyajiannya telah diuraikan di
depan / skenario) Kata kerja dari pelaksanaan penyajian sesaji bucalan
gecok mentah dengan maksud mengharapkan partisipasi dari para bahu rekso
(makhluk yang tidak kelihatan) maupun yang kelihatan, untuk menjaga
jalan-jalan yang akan dilalui pengantin dan juga ditempat-tempat yang
akan dipakai tempat upacara/perhelatan dan diminta supaya tidak
mengganggu pengantin sekalian, beserta orang tuanya, keluarganya,
pengiringnya, tamu-tamunya, para panitia dan pembantunya dan lain-lain.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan hajat Ngunduh Temanten tersebut
selamat hingga upacara selesai dengan paripurna khususnya kepada
pengantin sekalian diberikan rakhmat, sejahtera dan bahagia lahir batin
30. SIRAMAN
Menunjukkan pengertian kata benda dari kata “siram” yang berarti suatu
perbuatan tradisional mandi bagi setiap orang calon mempelai wanita
maupun pria menjelang akad nikah.
Untuk keperluan ini diperlukan
pula syarat-syarat atau sesaji-sesaji yang disebut “sirna siraman” yang
ujudnya sesuai dengan uraian pada skenario.
Upacara siraman (mandi
mempelai) ini dipimpin dan dilakukan/dibantu oleh para ahli waris
terdekat yang sudah tua usianya baik dari garis bapak maupun dari garis
ibu (sesuai masyarakat adat yang bersifat ke bapak ibuan = perenteel)
31. PAES
Menunjukkan kata benda dari kata kerja maesi, yang berarti merias dahi
calon mempelai wanita oleh seorang wanita ahli dalam tugas ini, agar
wajah si calon mempelai wanita terlihat lebih cantik lagi mirip gambaran
wajah seorang bidadari.
32. KEMBANG SETAMAN
Beberapa macam bunga yang dicampur satu dalam sebuah tempat/wadah yang berisi air tawar